Polemik ujian nasional dari era SBY hingga akan dihapus Jokowi
Sabtu, 26 November 2016 05:08
Reporter : Yulistyo Pratomo
Ujian Nasional di Lapas Cipinang. ©2016 Merdeka.com/imam buhori
Merdeka.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy memastikan pemerintah akan menghapuskan sementara
(moratorium) Ujian Nasional (UN) terhitung sejak tahun 2017. Keputusan
itu sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)."Saya sudah dipanggil Pak Presiden, sebelum Jumatan tadi saya dipanggil. Prinsipnya beliau sudah menyetujui, tinggal menunggu Inpres," kata Muhadjir dalam siaran pers di Jakarta Jumat (25/11).
Meski demikian, bukan berarti ujian akhir bagi siswa dihapus secara keseluruhan. Pemerintah menyerahkan penyelenggaraan ujian tersebut kepada pemerintah daerah, dengan sistem desentralisasi.
Pelaksanaan ujian akhir bagi siswa SMA-SMK dan sederajatnya diserahkan ke pemerintah provinsi. Untuk level SMP dan SD sederajatnya diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Sejak jauh-jauh hari, penyelenggaraan ujian nasional sudah menjadi polemik bagi dunia pendidikan di tanah air. Terutama sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Banyak pihak yang menganggap pola untuk menentukan kelulusan siswa melalui ujian nasional justru sangat bertentangan dengan undang-undang tersebut. Sebab, batas kelulusan setiap mata pelajaran ditentukan dengan kompetensi minimum.
Selain itu, ujian nasional juga dipandang untuk kepentingan di luar kepentingan pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang.
Atas alasan itu pula, ujian nasional sangat rawan dengan kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
"UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah," demikian siaran pers yang diterbitkan Indonesian Corruption Watch, yang diterbitkan 2005 lalu.
Keberhasilan sekolah dalam meluluskan siswanya usai ujian nasional seringkali dijadikan barometer, dan dapat memberikan nilai plus bagi lembaga pendidikan tersebut. Alhasil, terdapat beberapa kasus di mana guru-guru sering membuat kecurangan secara sistematis, seperti membagi-bagikan kunci jawaban dari soal-soal yang diujikan.
Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian pun terjadi.
Setelah 11 tahun berpolemik, akhirnya melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Hanya saja, UN masih diperlakukan sebagai salah satu syarat masuk perguruan tinggi.
"Tidak ada istilah lulus dan tidak lulus dalam UN sekarang. Yang ada hanyalah apakah nilai UN sudah mencapai nilai kompetensi yang sudah diharapkan siswa atau belum," kata Anies saat konferensi pers di Gedung Kemendikbud, Jakarta Selatan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar